http://alfatihahislam.blogspot.com

Sabtu, 22 Agustus 2009

Lelaki Pemilik Tanah

Satu pagi saya berangkat kuliah bersama Bapak . Seperti hari-hari lainnya hari ini pun jalanan macet berat. Teman-teman yang kuliah di perguruan tinggi dekat rumah itu, entah kenapa begitu banyak dan tidak pernah teratur. Kadang-kadang saya berpikir apa mereka tidak bisa merasakan kekesalan orang-orang yang ada di dalam angkot, bagaimana kalau di dalamnya ada orang yang benar-benar sedang terburu-buru harus, misalkan, mengerjakan deadline kantor dan jika terlambat berkonsekuensi pemecatan terhadap dirinya, atau ada orang yang harus segera mengunjungi kerabatnya yang sakit parah. Memang semakin tinggi tingkat pendidikan tidak menjamin orang untuk taat pada lalu lintas, mungkin juga saya. Saya menyarankan Bapak untuk mengambil jalan dalam, meskipun agak jauh dan memutar. Ketika akan sampai di pertigaan, saya melihat seorang laki-laki mungkin berumur empat puluhan, segera berdiri dari jongkoknya. Polisi cepek, pikir saya. Ketika mobil hendak berbelok bapak saya mengeluarkan uang lebih dari seratus rupiah, saya diam saja, laki-laki itu pun menerima tanpa kata-kata. Lalu saya melihat lewat kaca spion laki-laki itu kembali jongkok sambil termenung. Tiba-tiba bapak saya bersuara, _Bapak itu tadinya pemilik seluruh tanah ini, tapi dijual. Sementara uangnya tidak dipergunakan dengan baik._ Saya tersentak, sungguh ironis. Ketermenungannya. Apa yang ada dalam pikirannya sekarang? Duduk jongkok di sana sambil memandangi rumah-rumah yang lumayan mewah itu. Mungkin ia berpikir seandainya dulu ia tidak menjual tanah-tanahnya. Mungkin sekarang ia tidak berada di luar sambil menunggu mobil-mobil lewat dan berharap ada yang memberinya uang sekedar seratus rupiah. Mungkin juga ia tidak perlu bersusah payah menjadi penjaga rumah-rumah yang tanahnya dulu adalah miliknya. Mungkin ia masih menjadi orang terkaya di daerah dan tidak perlu berpanas-panas menanti rejeki dengan susah payah untuk anak isterinya. Hidup adalah misteri, begitu katanya. Kita tidak pernah tahu akan berada di mana kita esok hari, sore nanti, atau satu jam mendatang. Seperti juga lelaki itu, ia adalah orang terkaya di masanya tapi sekarang menjadi penjaga di bekas tanahnya. Keadaan lelaki itu bukan tidak mungkin akan terjadi juga pada kita. Bisa jadi kekayaan kita akan hilang musnah dalam sekejap seperti ludesnya rumah H. Mutahar pencipta lagu syukur , bersama uang, cek, dan koleksi buku-buku, sementara rumahnya tidak diasuransikan. Begitu juga dengan kecantikan, ketampanan juga martabat. Semua bisa musnah, bahkan berbalik arah. Apa yang kita miliki memang harus disyukuri, betapa pun kecilnya itu. Apa pun yang kita miliki memang tidak dapat disombongkan, betapa pun besarnya itu. Apa pun yang kita miliki memang harus dikeluarkan untuk orang-orang yang punya hak terhadapnya. Apa pun yang kita miliki yakinlah, bukanlah milik kita, karena Sang Pencipta sewaktu-waktu akan memintanya kembali....

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda

http://alfatihahislam.blogspot.com

©2009 Alfatihahislam.blogspot.com - Faq - Term - Affiliate